20 Sep 2013

Pembangunan Ekonomi dan Prospek Bisnis Perhotelan di Indonesia

Pembangunan Ekonomi di Indonesia

Data BPS menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III-2012 bila dibandingkan triwulan III-2011 tercatat sebesar 6,17% (yoy) dan secara kumulatif mencapai sebesar 6,29% bila dibandingkan periode yang sama tahun 2011 (ctc). Besaran PDB atas dasar harga berlaku secara kumulatif pada triwulan III-2012 mencapai sebesar Rp. 6.151,6 trilyun.
Bank Indonesia memperkirakan bahwa pertumbuhan pada triwulan IV-2012 akan mencapai 6,2%, sehingga pertumbuhan untuk keseluruhan tahun 2012 akan mencapai sekitar 6,3%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan trend yang terus meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak triwulan II-2012 merupakan pertumbuhan terbesar kedua di Dunia setelah China yang meskipun mencatat angka 7,7% namun trendnya menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (Firmanzah, 2012). Dengan demikian tingkat pertumbuhan Indonesia kembali berada di atas rata-rata tingkat pertumbuhan dunia yang pada tahun 2012 diprediksi sebesar 3,5%.

Sebagaimana terlihat dalam Grafik dan Tabel I, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat stabil di kisaran 5,5% ± 1% dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 6,11%. Sejak tahun 2007 hingga 2012, tingkat pertumbuhan hampir selalu di atas 6% dengan pengecualian tahun 2009 (4,6%) sejalan dengan krisis ekonomi global akibat kegagalan sektor kredit properti (subprime mortgage crises) dimana sebagian besar negara bahkan mengalami pertumbuhan minus. Trend tersebut berbeda bila dibandingkan dengan Singapura yang memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,55%, namun fluktuasinya sangat tinggi mulai dari 14,7% (2010) setelah mengalami kontraksi -1,3% (2009). Demikian pula halnya dengan Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam yang tidak lepas dari imbas krisis global tahun 2009, sehingga turut mengalami pertumbuhan yang minus. Pertumbuhan ekonomi Vietnam memang menunjukkan tingkat yang selalu lebih tinggi dibandingkan Indonesia dari periode 2002 hingga 2010, namun terlihat mulai mengalami overheating dan melambat pertumbuhannya. Sedangkan Myammar dengan skala perekonomiannya yang masih terbatas dapat mencapai pertumbuhan di atas 10% (double digit) pada periode 2002 hingga 2007 dan di masa mendatang berpotensi untuk terus tumbuh sejalan dengan reformasi dan keterbukaan politik yang ditempuh oleh Pemerintah Myammar.

Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN, China dan India (2002-2012)

Ketahanan ekonomi Indonesia terhadap imbas krisis keuangan global tidak terlepas dari karakteristik ekonomi nasional yang ditopang oleh konsumsi domestik dan pembentukan modal tetap bruto (investasi). Hingga triwulan III-2012 seperti terlihat dalam Tabel II, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia didominasi oleh pengeluaran Konsumsi Masyarakat (54,79%), diikuti oleh PMTB (37,58%), pengeluaran Pemerintah (8,24%). Tekanan pelemahan ekonomi global berimbas pada penurunan harga komoditas (seperti batubara, nikel, tembaga dan CPO) dan pengurangan permintaan dari negara tujuan ekspor, telah menyebabkan melambatnya kinerja ekspor nasional dan terjadi defisit ekspor terhadap impor sebesar -0,61% dari PDB. Meskipun kinerja ekspor secara nominal terus meningkat (23,1% dari PDB), namun kebutuhan impor barang modal dan bahan baku/antara untuk kebutuhan produksi yang terus meningkat (23,7% dari PDB) telah menyebabkan neraca perdagangan mengalami defisit (minus).

Produk Domestik Regional Bruto Indonesia (2010-2012)

Kinerja perekonomian pada triwulan III-2012 meningkat 3,21% dibandingkan triwulan sebelumnya (II-2012), yang berarti lebih besar dibandingkan peningkatan pada triwulan II-2012 terhadap triwulan I-2012 sebesar 2,80% (qtq). Komponen PMTB tumbuh sebesar 2,94% (qtq), diikuti Konsumsi Masyarakat sebesar 2,71%. Sedangkan komponen pengeluaran yang mengalami penurunan adalah Pengeluaran Pemerintah (-0,07%), Ekspor (-0,21%) serta Impor (-8,36%). Apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun 2011, laju pertumbuhan komponen pengeluaran PMTB mencapai 10,02% dan komponen konsumsi masyarakat mencapai 5,68%.

Dari sisi lapangan usaha, seluruh sektor perekonomian Indonesia pada triwulan III-2012 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq). Pertumbuhan terbesar terjadi pada sektor Pertanian (6,15%), sektor Pengangkutan dan Transportasi (4,20%), sektor Industri (3,99%), dan sektor Konstruksi (3,79%). Sedangkan jika dibandingkan dengan periode triwulan yang sama tahun 2011 (yoy), maka terdapat 5 sektor yang memiliki pertumbuhan melebihi angka pertumbuhan PDB (6,17%), terutama sektor-sektor yang padat modal, seperti: sektor Pengangkutan dan Komunikasi (10,48%), sektor Konstruksi (7,98%), sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan (7,41%), sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (6,91%). Sedangkan sektor yang berpotensi padat karya yang dapat tumbuh di atas pertumbuhan PDB hanyalah sektor Industri (6,36%). Di sisi lain sektor Pertambangan yang padat karya menjadi satu-satunya sektor yang mengalami pertumbuhan minus (-0.09%) akibat dampak dari penurunan permintaan global.

Stabilitas perekonomian nasional sepanjang tahun 2012 tercermin pula dari tingkat inflasi yang mencapai 4,3%, atau sedikit di atas tingkat inflasi 2011 (3,8%). Tingkat inflasi yang stabil di koridor target Pemerintah dan BI (4,5% ± 1%) didukung oleh inflasi kelompok volatile foods yang rendah dan inflasi inti yang terkendali dengan rendahnya imported inflation sejalan dengan penurunan harga komoditas pangan dan energi global. Meskipun ekspektasi inflasi sempat berfluktuasi akibat wacana kenaikan BBM pada semester awal tahun 2012, namun administered prices tetap terkendali seiring dengan tidak adanya kebijakan kenaikan BBM.

Tingkat Inflasi Indonesia (2008-2012) 

Prospek dan Potensi Bisnis Perhotelan di Indonesia

 

Meski ekonomi dunia diprediksi masih akan melambat di tahun 2013, namun prospek bisnis pariwisata diperkirakan masih akan cerah. Indonesia mematok target kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 9 juta orang. Pariwisata menjadi sektor penting bagi ekonomi nasional ditengah ketidakpastian ekonomi dunia. Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu (26/12/2012), target 9 juta wisman adalah target optimistis, sementara target pesimisnya 8,5 juta orang.

Sumbangan devisa pariwisata di tahun 2012 mencapai 9,07 miliar dollar AS atau naik 6,03 persen dibandingkan tahun 2011. Kontribusi pariwisata bagi Produk Domestik Bruto (PDB) juga terus naik. Hingga Oktober 2012, wisman sudah mencapai 6,58 juta orang atau naik 5 persen dibanding kunjungan wisman pada periode yang sama tahun sebelumnya. Tahun 2012 tingkat pengeluaran wisman mencapai 1.133,8 miliar dollar AS per orang per kunjungan. Jumlah tersebut naik 1,39 persen dibandingkan tahun 2011.

Sementara untuk wisatawan nusantara (wisnus) pada 2012 diestimasi terjadi 245 juta perjalanan atau naik 3,81 persen dibandingkan pada 2011 sebanyak 236 juta perjalanan. Berdasarkan data Neraca Satelit Pariwisata Nasional tahun 2011 kontribusi sektor pariwisata sacara langsung terhadap PDB Nasional mencapai 4 persen atau sebesar Rp. 296,97 tliliun. Dalam hal penyerapan tenaga kerja mencapai 8,53 juta atau 7,72 persen dari penyerapan tenaga kerja nasional.

Dari sisi investasi hotel dan restoran, baik PMA maupun PMDN pada 2012 meningkat signifikan dimana hingga kuartal ketiga realisasi PMA untuk hotel dan restoran telah mencapai 729,7 juta dolar AS naik dibandingkan tahun lalu senilai 242,2 juta dolar AS.

Berdasarkan TripAdvisor Industry Index, Indonesia menempati posisi puncak untuk prospek bisnis dan investasi hotel di dunia. Faktanya, pertumbuhan kamar hotel di Indonesia pesat dalam tiga tahun terakhir ini. Konsultan properti, Cushman & Wakefield, menyebutkan tambahan jumlah kamar hotel di Jakarta saja diperkirakan bertambah dua ribu unit hingga 3 tahun mendatang. Secara nasional diperkirakan mencapai 4000 kamar dengan tingkat okupansi mencapai 70%. Tingginya pertumbuhan jumlah kamar itu memang sejalan dengan tingginya tingkat okupansi. Cushman & Wakefield mencatat okupansi hotel berbintang tiga, empat, dan lima hingga Oktober 2012 rata-rata 70%, yaitu 78,8 persen untuk bintang tiga, 70,4 persen untuk bintang empat, dan 66,7 persen untuk bintang lima.

Hampir semua pengembang mulai ikut terjun dalam bisnis perhotelan. Sebut saja pemain lama seperti Ciputra Group, Lippo Group, Bakrieland Development Group, Metropolitan Land Group hingga pendatang baru, Agung Podomoro Group, PT Intiland Development Tbk, Paramount Group, dan Bahama Group yang melebarkan sayap bisnisnya ke dunia perhotelan.

Ciputra Group melalui PT Ciputra Property Tbk (CTRP) memperluas basis bisnis perhotelannya dengan masuk ke segmen hotel bujet dengan target ambisius membangun 200 hotel.

Intiland memperluas jaringan mainan barunya di bidang perhotelan dengan target membangun hotel budget bernama Whiz dan Grand Whiz hotel di 29 lokasi di Indonesia. Saat ini sudah beroperasi di Semarang, Yogyakarta, dan Kuta, Bali.

Agung Podomoro Group menjadi pengembang yang paling agresif masuk ke perhotelan pada saat ini dan bisa disebut sebagai bintangnya pengembang. Perusahaan yang didirikan oleh Trihatma K. Haliman ini tidak saja masuk ke hotel premium, tapi juga merambah ke kelas hotel bajet. Tidak tanggung-tanggung, Agung Podmoro menargetkan pembangunan 1.000 unit kamar hotel yang tersebar di seluruh Indonesia. Target paling dekat mereka adalah membangun 2500 unit kamar hotel hingga 2014.

PT Metropolitan Land Tbk (Metland) yang awalnya sukses dengan Hotel Horison-nya di Bekasi, mulai agresif terjun ke bisnis perhotelan sejak perusahaan yang dirintis Ciputra ini mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Metland menargetkan pembangunan 20 hotel budget hingga 2015.

Hotel bajet menjadi fenomena yang paling menyita perhatian walaupun hotel premium juga tidak kalah fenomenal pertumbuhannya, sehingga menarik banyak pihak untuk masuk ke dalam bisnis akomodasi ini. Hotel banyak berkembang dianggap sebagai dampak dari tumbuhnya aktifitas bisnis skala UKMK antar pulau dan antar daerah. Para pebisnis kelas menengah atau juga kelas teri membutuhkan fungsi hotel dengan tarif berdamai dengan kondisi mereka. Maka muncullah hotel bujet yang bertarif dari Rp. 250.000 hingga Rp. 600.000 per malam.

Inilah fenomena industri perhotelan di Indonesia yang tengah birahi tinggi untuk membiak dan memberikan rayuan keuntungan bagi siapa saja pemilik modal. Bagi kelompok pengembang properti yang tadinya terbiasa dengan marketing strata title atau jual putus dari bisnis menjual rumah atau ruko yang mereka lakukan. Kini mereka berburu potensi keuntungan yang lebih berkesinambungan (recurring income) dari sayap bisnis bidang perhotelan.


Referensi:
Chairil dkk. 2013. Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2013. http://www.setneg.go.id.
Andalas, Harian. 2012. Prospek Pariwisata 2013 Masih Cerah. http://harianandalas.com.
Post, Bali. 2012. Sumbangan Devisa Sektor Pariwisata Naik 6,03 Persen. http://www.balipost.co.id.
Coga, La. 2013. TripAdvisor: Prospek Bisnis Hotel di RI Terbaik di Dunia. http://www.kreditproperty.com.